Tugas Ilmu Sosial Dasar 1KA14 (Ketidaksetaraan Agama dan Gender)

Konflik Kesetaraan Agama dan Gender

AGAMA

Pendahuluan
            Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini banyak sekali peristiwa-peristiwa penyimpangan Agama di sekitar kita. Salah satu contohnya seperti di Poso tahun (1998-2000) di Ambon. Namun itu semua nyata terjadi, sebagai hasil dari upaya untuk menegakkan suatu keadilan. Jika masyarakat menginginkan keadilan dan kesetaraan dalam bidang tertentu, pasti ada peristiwa dimana terjadi penyelewengan kesetaraan tersebut. Sebagai contoh, jika masih ada konflik seperti perselisihan antara agama kristen dan muslim, hal itu adalah timbal balik dari upaya masyarakat untuk menegakkan sila pertama Pancasila yang berbunyi : Ketuhanan YME. Dari sini dapat dilihat bahwa untuk mencapai suatu kesetaraan tidaklah mudah, karena terdapat perbedaan di setiap pihak, serta membutuhkan pengertian antar pihak satu sama lain. Lantas, adakah penyebab yang pasti dan solusi untuk contoh permasalahan seperti diatas? Untuk lebih mengetahuinya, mari kita kaji lebih dalam mengenai penyebab terjadinya konflik agama.

Penyebab Konflik Agama di Indonesia

A. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental

         Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.

        Di beberapa tempat terjadinya kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau santri. Bagi golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama. Islam sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh sebab itu hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai masyarakat terbaik di hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang pembentukan negara dan masyarakat Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan malah menganut garis keras.
Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.

B. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama

       Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
       Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan.
         Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu terjadinya konflik.

C. Perbedaan Tingkat Kebudayaan

      Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.
Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.

D. Masalah Mayoritas dengan Minoritas Golongan Agama

         Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
            Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.

GENDER

Pendahuluan
            Topik ini sudah tak asing lagi kita dengar di berbagai saluran televisi, berita, koran, dan sebagainya. Kenyataanya, kasus kesenjangan gender seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sering kita jumpai di Indonesia. Padahal dalam Era R.A. Kartini, beliau telah mengemansipasi kaum wanita Indonesia, agar wanita Indonesia dapat mengambil tingkat kederajatan yang setara dengan kaum pria. Contohnya seperti presiden ke-5, yakni Ibu Megawati Soekarno Putri. Namun, mengapa sekarang masih banyak kesenjangan dalam hal gender di Indonesia?

Pengertian Gender
            Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex. Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Sementara Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing – masing jenis kelamin, laki – laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal.   
             Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki – laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan tuntutan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan.
            Pembedaan itu sangat penting, karena selama ini kita sering kali mencampur-adukkan ciri – ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah dengan ciri – ciri manusia yang bersifat non kodrat (gender) yang sebenarnya bisa berubah – ubah atau diubah.

Diskriminasi Gender
                Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender adalah sebagai berikut:
1.      Marginalisasi wanita. Istilah ini menggambarkan rendahnya status, akses dan pengguasaan seseorang terhadap sumber daya ekonomi dan politik dalam pengambilan keputusan . berbagai pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan wanita, misalnya guru taman kanak-kanak atau sekretaris, dinilai lebih rendah dibandingkan pekerjaan pria dan sering berpengaruh terhadap perbedaan gaji antara kedua jenis pekerjaan tersebut.

2.      Subordinasi. Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting dan lebih utama dibandingkan jenis kelamin lainnya. Pandangan bahwa wanita mempunyai kedudukan dan peran lebih rendah dibandingkan dengan pria telah tercipta sejak dahulu. Berbagai tradisi, tafsir keagamaan, maupun aturan birokrasi menempatkan wanita sebagai subordinasi kaum pria yang menyebabkan keterbatasan ruang gerak wanita diberbagai kehidupan. Misalnya seorang istri yang akan melanjutkan pendidikan harus meminta izin dari suaminya, sebaliknya seorang suami yang akan melanjutkan pendidikan tidak perlu meminta izi dari istrinya.

3.      Pandangan stereotip. Pandangan stereotip asdalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif  (seterotip) secara umum melahirkan ketidakadilan gender. Salah satu stereotip yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yaitu jenis kelamin wanita mengakibatkan terjadinya diskriminasidan berbagai ketidakadilan. Sebagai contoh, pandangan terhadap wanita yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan. Stereotip ini tidak hanya terjadi di dalam rumah tangga, tetapi juga ditempat kerja dan masyarakat, bahkan tingkat pemerintah dan negara.

4.      Kekerasan. Kekerasan berarti suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan fisik dapat berupa perko9saan, pemukulan dan penyikasaan. Kekerasan non fisik, yaitu pelecehan seksual yang menyebabkan gangguan emosional. Pelaku kekerasan mungkin saja individu di dalam rumah tangga, tempat umu, atau dimasyarakat.

5.      Beban kerja. Bentuk lain diskriminasi atau ketidakadilan gender, yaotu beban kerja yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu. Berbagai observasi menunjukkan bahwa hampir 90% pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh wanita dan beberapa wanita mengerjakan hal tersebut sambil bekerja mencari uang. Hal ini menyebabkan wanita harus melakukan pekerjaan rumah sambil bekerja.        

Akibat Diskriminasi Gender
            Berbagai bentuk diskriminasi merupakan hambatan untuk tercapainya keadilan dan kesetaraan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara perempuan dan laki-laki, karena dapat menimbulkan:
1.      Konflik
2.      Stres pada salah satu pihak
3.      Relasi gender yang kurang harmonis
4.      Diskriminasi Gender Menurunkan Kesejahteraan dan Menghambat Pembangunan.

Cara Mengatasi Diskriminasi Gender
            Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi diskriminasi gender adalah sebagai berikut.

1.      Planning
Tujuan utama dari segala kegiatan yang akan dilaksanakan adalah membagi peran manusia dengan kemampuan pribadinya. Sasaran utama yang akan dicapai adalah terjadinya perubahan sosial-budaya melalui lembaga/organisasi.
2.       Organizing/Directing
Diupayakan hilangnya pembagian tugas dan wewenang berdasarkan jenis kelamin. kotak stereotip dibongkar melalui peningkatan keterampilan hubungan antarmanusia dalam organisasi. Relasi pembagian kerja berwawasan gender (sadar gender).

Kesimpulan

            Bagi saya di zaman yang serba canggih dan modern ini, kita diharapkan untuk tidak meninggalkan ajaran agama dan moral yang telah dipraktikkan selama oleh nenek moyang kita dahulu. Jika terdapat golongan mayoritas dan minoritas, sebaiknya kita tetap menjaga kerukunan dan saling menghormati perbedaan pendapat dan keyakinan, serta tidak menganggap bahwa agama kita adalah yang paling benar (fanatik). Konflik  yang bernuansa agama bukanlah karena agama yang dianutnya itu mengajarkan untuk  konflik. Karena cara umat memahami ajaran agamanyalah yang menyebabkan mereka menjadi termotivasi untuk melakukan konflik.
            Untuk dibidang gender, diharapkan dengan adanya pengetahuan serta pendidikan mengenai kesetaraan gender, diharapkan kita (khususya pria) dapat menerima peran kaum wanita dalam upaya untuk kesejahteraan dan pembangunan di Indonesia. Sehingga menciptakan keharmonisan dan relasi yang sinergis antara kaum pria dan wanita.



   

Jiguja

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.